Tuesday, January 20, 2015

Perlawanan Rakyat di Nusantara Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme Barat

1. Perlawanan Palembang 1811-1822
      Pada tahun 1804 Sultan Muhammad Baha'udin meninggal dunia dan digantikan oleh putranya, Sultan Mahmud Badaruddin
      Akibat jatuhnya VOC, monopoli Belanda di Palembang tidak dapat dipertahankan. Krisis ekonomi yang dihadapi pemerintah Hindia Belanda di Palembang, mempercepat peralihan kekuasaan ke tangan Inggris. Sebelum Jawa jatuh ke tangan Inggris sudah ada kontak antara Inggris dengan Palembang. Raffles menulis surat kepada Sultan Mahmud Baharudin agar menyingkirkan Belanda dan untuk keperluan itu Inggris akan memberi bantuan militer
     Tanpa menghiraukan tanggapan terhadap tawaran dari Inggris Sultan Mahmud Badaruddin menyerang loji Belanda dan meratakannya dengan tanah. Untuk menghadapi segala kemungkinan serangan, maka di tempat-tempat strategis didirikan benteng pertahanan, diantaranya Benteng Palembang yang dipasang ratusan meriam
     Walaupun pertahanan telah diperkuat, namun Palembang jatuh ke tangan ekspedisi Inggris dibawah pimpinan Gillespie pada tanggal 24 April 1812. Sultan mengungsi ke pedalaman. Dan pimpinan diambil alih oleh Pangeran Adipati Ahmad Najamuddin, Pangeran Najamudin mengadakan perjanjian dengan inggris. Perjanjian tersebut memutuskan Pangeran Adipati Ahmad Najamuddin diangkat menjadi sultan Palembang, sedangkan Inggris memperoleh Bangka dan Belitung sebagai daerah kekuasaannya.
     Sementara itu Sultan Badaruddin membangun pertahanan yang kuat di hulu Sungai Musi. Setelah pertahanan ini gagal, pertahanan dipindahkan ke Muara Rawas. Oleh karena aksi militer tidak mampu menundukkan Sultan Badaruddin, maka Inggris menempuh jalan diplomasi dan mengirim Robinson untuk berunding
     Pada tanggal 29 Juni 1812 ditandatangani perjanjian yang menetapkan Sultan Badaruddin sebagai Sultan Palembang, sedangkan Pangeran Adipati Ahmad Najamudin diturunkan tahta. Namun mendapat pengakuan kekuasaan Inggris atas Bangka dan Belitung. Sultan juga harus menanggung ongkos ekspedisi dan mengganti kerusakan benteng Belanda. Sedangkan Putra Sultan harus diamankan ke Jawa.
     Setelah Sultan Badaruddin kembali berkuasa, kekuasaannya tidak berjalan mulus karena adanya campur tangan Inggris yang membuat banyak pertentangan dalam keraton yang membuat kekuasaan sultan semakin kecil. Tanggal 4 Agustus 1813 Inggris mengeluarkan proklamasi yang berisi restorasi kedudukan Ahmad Najamudin sebagai Sultan. meskipun Badaruddin sudah tidak berkuasa, namun kewibawaannya tetap berpengaruh di masyarkat, hingga masa pendudukan Belanda kembali pada 1816 membuat Badaruddin kembali berkuasa.
     Belanda memberikan wilayah yang sama besar kepada Najamudin dan Badaruddin, namun Najamudin berusaha untuk merebut wilayah yang sebagian besar wilayah Belanda, karena dianggap berbahaya, maka Najamudin diasingkan ke Batavia. Lalu, para pengikut Badaruddin di Minangkabau dan Melayu yang ikut membantu Badaruddin di Sungai Musi melakukan perlawanan pada Belanda. Karena itu, Belanda meminta kepada Badaruddin untuk menghentikan aktivitas para pemberontak, dan menyerahkan putranya untuk dibawa ke Batavia.
     Namun Sultan menolak dan akhirnya menyerang kapal-kapal Belanda dan berhasil mengusir Belanda dari Palembang. Kemenangan ini mengunggah semangat daerah-daerah lain, maka muncul perlawanan dari daerah Lingga, Bangka, dan Riau.
     Sebelum menyerang Palembang, Belanda mengangkat Pangeran Prabu Anom (putra Najamudin) menjadi Sultan Palembang, dengan dukungan Sultan baru, Belanda menyerang pertahanan di Plaju, tetapi dipukul mundur oleh pasukan Badaruddin, dalam serangan yang kedua, Belanda berhasil merebut Plaju, sehingga membuka jalan ke Palembang.
     Pada tanggal 1 Juli 1821 kraton diduduki oleh Belanda. Sultan Badaruddin mengungsi ke hulu Sungai Musi untuk melanjutkan perlawanan. Setelah bertahan selama 8 bulan, ia ditangkap dan di asingkan ke Manado. Sehingga pada tahun 1821 berakhirlah perlawanan Palembang.

Sumber: Buku Sejarah Kelas XI SMA, Penerbit Yudhistira

No comments: